Pernahkah kamu merasa seolah-olah terputus dari realitas? Seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkanmu dari dunia, membuatmu tak benar-benar hadir di sini dan sekarang? Perasaan seperti ini sering disebut dengan disosiasi, sebuah mekanisme pertahanan tubuh yang terjadi ketika sistem sarafmu merasa tak mampu menghadapi tekanan yang terlalu besar.
Seperti halnya dalam ajaran Zen, di mana kita sering diminta untuk menyadari kehadiran momen ini, disosiasi justru membawa kita menjauh dari momen sekarang, menarik kita ke dalam kehampaan yang dingin. Namun, apa yang menyebabkan tubuh kita memilih untuk membekukan diri, dan bagaimana kita bisa kembali terhubung dengan dunia nyata?
Disosiasi: Perlindungan yang Menjadi Bumerang
Bayangkan seekor rusa yang tiba-tiba berhadapan dengan predator di tengah hutan. Ketika semua upaya melawan atau melarikan diri tak lagi mungkin, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah berpura-pura mati. Inilah yang terjadi pada kita saat menghadapi ancaman yang tak bisa kita hadapi atau tinggalkan—kita “membeku”. Dalam istilah psikologis, inilah yang disebut respons beku, dan dalam momen itu, tubuh kita mencoba untuk melindungi diri dengan menghentikan semua aktivitas dan emosi.
Namun, ketika respons ini bertahan lama—bahkan setelah ancaman tersebut menghilang—kita terjebak dalam kondisi yang membuat kita tak bisa benar-benar merasakan hidup. Seperti daun yang tak lagi mampu merasakan angin, kita mati rasa.
Gejala Disosiasi yang Seringkali Tak Disadari
Kamu mungkin tidak menyadari bahwa disosiasi bisa muncul dalam bentuk-bentuk yang sangat halus. Apakah kamu pernah merasakan hal-hal ini?
- Mati rasa: Bukan hanya tubuhmu, tetapi juga emosi terasa tak ada.
- Kabut pikiran: Sulit untuk berpikir jernih, seolah ada kabut tebal yang menutupi otakmu.
- Lupa memori: Sering kali ingatan terasa seperti potongan-potongan yang hilang.
- Melayang keluar dari tubuh: Rasanya seolah-olah dirimu mengamati tubuhmu dari luar.
- Lingkungan terasa tak nyata: Apa yang ada di sekitarmu tampak aneh, seperti mimpi yang tak bisa kamu bangunkan.
- Hilangnya konsep waktu: Waktu terasa melambat atau malah hilang sama sekali.
Seperti halnya seorang Zen master yang mengajarkan pentingnya keterhubungan dengan diri dan alam semesta, kehilangan kontak dengan realitas bisa terasa menakutkan. Rasanya seperti ada tabir tipis yang memisahkanmu dari dunia, dan tak peduli seberapa keras kamu berusaha, kamu tak bisa menembusnya.
Menemukan Jalan Kembali ke Kehidupan
Namun, di balik semua itu, ada harapan. Respons beku ini bisa diubah, tapi perlu dilakukan dengan hati-hati dan pelan. Sama seperti ketika kita kembali menyalakan api kecil yang hampir padam, tubuh dan pikiran kita butuh waktu untuk mengaktifkan energi secara perlahan tanpa membuatnya kewalahan.
Mungkin kamu bertanya, “Bagaimana aku bisa memulai perjalanan ini?” Jawabannya ada pada perhatian penuh dan latihan lembut. Dimulai dari kesadaran akan kondisi yang sedang kamu alami, hingga akhirnya kembali terhubung dengan dirimu yang sejati.
Mengambil Langkah Kecil untuk Terhubung Kembali
Dapatkah kamu mulai mengenali kapan dirimu mulai merasa terputus dari dunia? Langkah pertama untuk sembuh adalah kesadaran bahwa kamu sedang mengalaminya. Seiring waktu, dengan latihan yang tepat dan kesabaran, kamu bisa mulai membangun kembali hubungan dengan emosimu, duniamu, dan dirimu sendiri.
Jadi, apa langkah kecil yang bisa kamu ambil hari ini? Bisakah kamu mulai dengan memperhatikan nafasmu, atau mungkin mencari momen-momen kecil untuk benar-benar hadir?
Latihan Grounding: Menanamkan Akar di Saat Ini
Dalam budaya Jepang, ada sebuah konsep yang disebut shinrin-yoku, atau “mandi hutan,” di mana seseorang menyatu dengan alam untuk menenangkan pikiran dan tubuh. Kamu bisa mencoba latihan serupa dengan grounding—memusatkan perhatian pada tubuhmu dan lingkungan di sekitarmu. Cara sederhana untuk melakukannya adalah dengan merasakan permukaan di bawah kaki atau memperhatikan lima hal di sekelilingmu. Ini membantu menarikmu kembali ke momen sekarang, memperkuat rasa keterhubungan dengan dunia fisik.
Melatih Kebaikan Diri: Peluk Dirimu dengan Welas Asih
Disosiasi sering kali terjadi karena tekanan atau trauma, dan sangat penting untuk memperlakukan dirimu dengan kelembutan. Alih-alih merasa bersalah atau marah karena mengalami disosiasi, coba praktikkan self-compassion. Ini adalah cara memeluk kelemahanmu dengan kasih sayang, seolah-olah kamu adalah sahabat baik yang sedang mengalami kesulitan. Ketika kamu berlatih kebaikan diri, kamu membantu sistem saraf untuk merasa aman dan dilindungi.
Menyelaraskan Pikiran dan Tubuh dengan Gerakan Lembut
Melibatkan tubuh dalam proses penyembuhan adalah langkah penting. Kamu bisa mencoba latihan gerakan yang lembut seperti yoga atau tai chi. Kedua praktik ini dikenal sebagai metode untuk menyelaraskan energi tubuh dan pikiran dengan ritme yang lembut, yang dapat membantu tubuhmu keluar dari respons beku. Dengan memperlambat gerakan, kamu juga memperlambat pikiran, memberi ruang untuk perasaan-perasaan yang mungkin terkubur dalam disosiasi.
Koneksi dengan Orang Lain: Menemukan Pelindung di Komunitas
Dalam filsafat Zen, ada ungkapan yang berbunyi, Ichigo ichie, yang berarti “setiap pertemuan adalah sekali seumur hidup.” Ini mengingatkan kita bahwa setiap interaksi bisa menjadi peluang untuk penyembuhan. Carilah komunitas atau orang-orang yang membuatmu merasa aman dan didengar. Hubungan dengan orang lain, meskipun sederhana, dapat menjadi landasan kuat untuk membantumu keluar dari isolasi dan kembali terhubung dengan dunia.
Selain cara-cara yang sudah disampaikan di atas, kamu bisa mencoba beberapa metode terapi kreatif, dan lihat bagaimana tubuh serta pikiranmu merespons. Kreativitas bukan hanya bentuk ekspresi, tapi juga bisa menjadi jembatan untuk menyatukan kembali potongan-potongan diri yang terpisah. Apa yang ingin kamu ciptakan hari ini? Apakah melalui warna, gerakan, atau gambar—biarkan diri berekspresi sepenuhnya.
Journaling: Menyusuri Pikiran yang Terselubung
Menulis jurnal bisa menjadi cara yang efektif untuk memahami apa yang terjadi di dalam dirimu. Saat kamu mencatat perasaan, pengalaman, atau bahkan hal-hal kecil yang kamu amati, ini membantu menghubungkan pikiran dengan tubuh. Dengan menuliskan emosi atau kebingungan yang mungkin muncul, kamu menciptakan ruang bagi dirimu untuk mengeksplorasi dan memproses apa yang terjadi tanpa harus menilai atau terburu-buru memahaminya.
Menyelami Warna melalui Lukisan Ekspresif: Meluapkan Perasaan dengan Kuas
Salah satu cara yang sangat efektif untuk menghubungkan pikiran dan perasaan adalah melalui seni. Melukis secara ekspresif—bukan untuk menciptakan karya seni yang “sempurna” tapi untuk menuangkan apa yang ada dalam dirimu—bisa menjadi bentuk pelepasan emosi yang kuat. Kamu bisa memilih warna yang paling menggambarkan suasana hatimu saat ini, lalu biarkan kuas bergerak tanpa batasan. Kadang, gerakan yang lepas di atas kanvas dapat menggantikan kata-kata yang sulit diucapkan. Ini juga menjadi momen meditasi visual, di mana setiap goresan mengundangmu untuk hadir di sini dan sekarang.
Kolase Imajinasi: Merangkai Kepingan Diri yang Hilang
Kolase adalah metode kreatif lainnya yang sangat menarik untuk digunakan dalam terapi. Menggunting gambar-gambar dari majalah atau foto, lalu menyusunnya kembali menjadi karya visual yang baru, memungkinkan kamu untuk merangkum bagian-bagian dirimu yang mungkin terasa tercerai berai. Kolase dapat menjadi cara simbolis untuk “menyusun ulang” perasaan yang terpecah akibat disosiasi. Setiap potongan gambar yang kamu pilih bisa mencerminkan perasaan, harapan, atau ingatan yang ingin kamu rangkum kembali menjadi satu kesatuan. Hasil akhirnya bisa menjadi cerminan dari perjalananmu untuk terhubung kembali dengan realitasmu.
Tarian Bebas: Melepaskan Energi Beku dengan Gerakan
Terkadang, emosi yang terjebak dalam tubuh bisa dilepaskan melalui gerakan. Berbeda dari yoga atau tai chi yang terstruktur, tarian bebas adalah bentuk ekspresi tubuh yang spontan. Kamu hanya perlu memainkan musik yang menggugah perasaanmu, dan biarkan tubuhmu bergerak sesuai dengan apa yang ingin dilepaskan. Tidak ada aturan atau bentuk yang benar; ini adalah cara untuk mengalirkan energi beku yang mungkin tersimpan akibat respons “beku” pada sistem sarafmu. Setiap gerakan yang dilakukan adalah simbol dari kebebasan—kebebasan untuk merasakan, berekspresi, dan hidup di saat ini.
Kamu bisa memilih salah satu atau beberapa dari saran ini yang paling sesuai dengan keadaanmu. Apakah ada langkah kecil yang ingin kamu coba hari ini? Atau mungkin kamu ingin memulai dengan memperhatikan sekelilingmu dan kembali ke saat ini?
Apapun yang kamu pilih, perjalanan ini bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang kesadaran dan kasih sayang terhadap dirimu sendiri.
Jangan lupa, kamu tidak sendirian dalam perjalanan ini, dan dirimu layak untuk kembali merasakan hidup yang utuh. Jika kamu membutuhkan panduan lebih lanjut, kami siap mendukungmu kapan saja. ✨
Cinh Tomoidjojo for www.mettacitta.com
Leave a Reply